06 Agustus 2009

Adat Batak

Anggap seseorang itu adalah suku Batak bermarga X dipanggil Tuhan dan meninggalkan Istri dan anak 2 orang. Salah satu anaknya sudah menjadi Pastor (maaf : apabila dicontohkan beragama Katolik). Pertanyaan, apakah bisa adat Saur Matua ? Sepengetahuan penulis, salah satu persyaratan adat saur matua bahwa anak-anaknya harus sudah menikah dan mempunyai keturunan dengan pengertian Dang Adong be Na di Sarihon, sementara Pastor tidak bisa menikah untuk melayani umat-Nya.

Beberapa kasus adat di Sumatera Timur, ada orangtua yang meninggal diadatkan saur matua : SATU anak-anaknya sudah menikah walaupun belum mendapat keturunan, DUA ada anaknya sudah menikah dan mendapat keturunan tapi masih ada anaknya yang belum menikah.

Apakah ini dapat diterima ? Menurut penulis, bahwa adat saur matua itu harus memperhatikan tingkah laku bermasyarakat sewaktu hidupnya almarhum dan permintaan suhut untuk dipertimbangkan natorop/bius. Apabila oke, dilaksanakan, karena adat itu adalah ciptaan manusia yang kita biasakan secara terus menerus sesuai perkembangan jaman dan kondisi daerah.

Ambil contoh lain, lokasi perbatasan atau lokasi transmigrasi dimana komunitasnya bukan hanya satu etnis lagi (heterogen) yang pasti adatnya sudah bercampur sehingga ada diiringi musik, gondang, keyboard dan mungkin saweran, atau permintaan lagu poco-poco, anak siantar dan lain sebagainya.


Terpenting, tujuannya positif bagi semua orang........

AT. Sijabat

1 komentar:

Dessy Eka Pratiwi mengatakan...

Walau tercampur dengan bherbagai adat mkebudayaan lainnya, tetapi tetap menarik untuk dipelajari dan dilestarikan Kebudayaan Batak Indonesia